Mengapa Angka Maut Akibat Covid-19 Di Asia Lebih Rendah Daripada Eropa Dan As?

Sedang Viral :

Untuk virus Corona ini bukan menyerang Negara di Asia saja alasannya bermula dari China, melainkan menyebar hampir ke seluruh Negara.

Bahkan ada temuan menarik, dimana Negara di Eropa dan Amerika Serikat malah begitu rentan terhadap penyakit ini, dan masalahnya lebih parah daripada di Asia. Kok begitu?

Salah satu misteri dari pandemi Covid-19 ialah angka ajal di Asia lebih rendah daripada Eropa dan Amerika. Perbedaan dalam tingkat mortalitas di seluruh dunia telah menarik perhatian para peneliti yang mencoba untuk memecahkan teka-teki virus corona.

Beberapa negara Asia memang memiliki reaksi cepat terhadap bahaya pandemi, tapi para peneliti juga menyelidiki faktor lain, termasuk perbedaan genetik, respons sistem kekebalan badan, jenis virus, dan tingkat obesitas.

Dilansir dari The Washington Post, Kamis (28/5/2020), China telah mencatatkan angka akhir hayat kurang dari 5.000 perkara atau sekitar tiga kematian per satu juta penduduk.

Sementara Jepang mempunyai sekitar tujuh ajal per satu juta, Pakistan enam, Korea Selatan dan Indonesia lima, India tiga, serta Thailand yang mencatatkan angka satu per satu juta penduduk.

Vietnam, Kamboja, dan Mongolia bahkan mengkalaim nol akhir hayat terkait Covid-19.

Angka-angka itu jauh lebih rendah dibandingkan dengan Eropa dan Amerika.

Jerman mencatat kematian akibat Covid-19 sekitar 100 per satu juta, 180 di Kanada, hampir 300 di AS, lebih dari 500 di Inggris, Italia, dan Spanyol.

Penyebaran Infeksi


Para ilmuwan di Chiba University, Jepang memerhatikan lintasan virus di seluruh dunia dan menyebut adanya perbedaan regional yang mencolok.

"Itu berarti kita perlu mempertimbangkan perbedaan regional terlebih dahulu sebelum menganilisis kebijakan dan faktor lain yang mensugesti penyebaran bisul di negara mana pun," kata Akihiro Hisaka dari Sekolah Pascasarjana Ilmu Farmasi.

Sebagai alasan tingginya jumlah ajal di AS dan Eropa mungkin terletak pada keengganan awal dan merespons pandemi yang tampak tidak mengancam.

Sementara itu, pengalaman Asia dalam menangani wabah sebelumnya, SARS dan MERS, sepertinya memungkinkan mereka untuk bergerak lebih cepat dalam menghadapi ancaman gres.

Taiwan, contohnya, telah banyak dipuji sebab respons cepatnya terhadap Covid-19, termasuk pembatasan masuknya warga Wuhan sebelum virus itu meledak di China.

Di Korea Selatan, pemerintah telah melaksanakan pengunjian dengan skala besar, pelacakan, dan isolasi pasien.

Namun fakta di Jepang dan India yang mempunyai angka kematian relatif rendah membingungkan para ilmuwan. Misteri serupa juga muncul dari Pakistan hingga Filipina.

Cuaca dan Budaya


Cuaca panas dan lembab bisa menjadi salah faktor penentu di negara seperti Kamboja, Vietnam, dan Singapura.

Beberapa penelitian menawarkan bahwa panas dan kelembaban dapat memperlambat penyebaran virus, meski tidak menghentikan.

Namun, beberapa negara khatulistiwa termasuk Ekuador dan Brazil, telah melihat banyak masalah dan maut terkait virus corona.

Demografi juga berperan dalam kesenjangan regional. Populasi Afrika yang umumnya lebih muda mungkin lebih kebal dari pada populasi lansia di Italia.

Di Jepang, negara yang memiliki populasi tertua di dunia, banyak sekali alasan sedang dieksplorasi.

Ada doktrin luas di Jepang bahwa kebersihan dan kebiasaan yang baik, mirip menggunakan topeng dan menghindari jabat tangan, membantu mereka dalam memperlambat penyebaran virus.

Sementara perawatan kesehatan secara luas dan aksentuasi negara dalam melindungi orang renta diyakini telah menurunkan angka ajal di Negeri Matahari Terbit itu.

Tipe yang Berbeda?


Penelitian oleh tim dari Cambridge University menawarkan bagaimana virus bermutasi dikala meninggalkan Asia Timur dan menyebar ke Eropa.

Mereka mencatat bahwa strain atau tipe awal virus mungkin secara imunologis telah bermutasi untuk mengatasi perlawanan di luar Asia.

Ahli genetika yang memimpin penelitian, Peter Forster menyampaikan, ada data klinis yang sangat terbatas wacana bagaimana berbagai tipe virus berinteraksi dengan populasi yang berbeda.

Ia masih terus menindaklanjuti apakah perbedaan tipe virus itu bisa menjelaskan tingkat maut yang kontras.

Gen dan Sistem Imun


Peraih nobel sekaligus dokter dan imunolog Jepang Tasuku Honjo menyampaikan, orang dengan keturunan Asia dan Eropa memiliki perbedaan besar dalam haplotipe antigen leukosit (HLA), sebuah gen yang mengendalikan respons sistem kekebalan badan terhadap virus.

Menurutnya, hal itu mungkin mampu membantu menjelaskan tingkat kematian di Asia lebih rendah, tetapi tak bisa dijadikan satu-satunya alasan.

Tatsuhiko Kodama dari Tokyo University menjelaskan studi awal yang menunjukkan bahwa sistem kekebalan badan orang Jepang cenderung bereaksi terhadap virus corona, seakan-akan mereka memiliki paparan sebelumnya.

"Teka-teki angka kematian lebih rendah di Asia Timur mampu dijelaskan dengan adanya kekebalan," kata dia.

Studi lain menunjukkan bahwa tingkat vaksinasi Bacille Calmette-Guerin (BCG) mungkin memainkan tugas penting. Sebab, suntikan anti-tuberkulosis berpotensi terhadap respons peningkatan kekebalan pada tingkat sel.

"Hipotesis kami yakni BCG akan menjadi pelindung," kata Tsuyoshi Miyakawa dari Fujita Health University.

Namun, Jepang memiliki catatan vaksinasi BCG yang serupa dengan Perancis, meski dengan jenis vaksin yang berbeda.

Tingkat obesitas


Faktor lain yang dimiliki oleh banyak negara Asia ialah tingkat obesitas jauh lebih rendah dari pada Barat.

Obesitas adalah faktor risiko utama untuk penyakit serius Covid-19. Lebih dari 4 persen orang Jepang digolongkan obesitas, dan kurang dari 5 persen orang Korea Selatan.

Itu sebanding dengan 20 persen atau lebih di Eropa Barat, dan 36 persen orang di Amerika Serikat, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Sumber https://info.lagioke.net

Artikel Terkait

Mengapa Angka Maut Akibat Covid-19 Di Asia Lebih Rendah Daripada Eropa Dan As?
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email