Di Balik Bansos Corona, Mereka Yang Tidak Mengeluh Meski Tak Tersentuh

Sedang Viral :

Mungkin dalam beberapa waktu terakhir ini banyak gosip beredar dilema tunjangan dari pemerintah, dimana mereka yang sadar bisa mengembalikan dan lebih milih untuk yang mampu saja.

Akan tetapi tidak sedikit juga orang-orang mampu justru malah meminta santunan dan bab, murka-murka dan mencaci pemerintah. Tapi dibalik ini semua masih ada juga yang tetap diam, apapun kejadiannya.

Samuel menjemput kami di depan gang, kira-kira 50 meter dari rumahnya di RT 13, RW 05, Desa Tarus, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, Jumat (22/5).

Tiba di rumah, Samuel Dima bersama Atni Kabnani sang istri mempersilakan saya dan beberapa teman untuk duduk di sebuah dingklik kayu sepanjang satu meter, sementara keduanya duduk di lantai tanah.

Ketiga anak mereka bermain ke rumah tetangga. Hanya ada si bungsu yang baru berusia lima bulan digendong ibunya.

Samuel sangat bersemangat dongeng tentang kehidupan mereka. Sementara Atni sibuk menciptakan kopi, namun sesekali menyambung pembicaraan kami dari dapur, yang hanya dipisahkan dengan dinding bebak dari ruang tamu.

Agar lebih nyaman, saya dan sobat-sahabat menentukan duduk sila bersama di lantai, sambil menyambung pembicaraan Samuel dengan pertanyaan. Lima gelas plastik berwarna merah berisikan kopi hitam, disimpan masing-masing di hadapan kami oleh Atni dan memperbolehkan kami untuk bercerita sambil minum, sebelum keburu acuh taacuh.

"Awalnya rumah lebih besar ini tapi terbakar. Makara bangun lagi, tapi kecil begini sa. Maaf katong (kita) duduk di tanah sa karena belum ada kursi ni," kata Samuel dengan logat khas Kupang dicampur Sabu.

Menurutnya, selain bangku dirinya juga belum bisa membeli daerah tidur. Setiap malam, Samuel dan istri serta keempat anaknya hanya tidur di kasur tipis yang dibentang pada lantai kamar keluarga.

Sambil menikmati kopi, Samuel membeberkan kepada kami bahwa tidak pernah menerima derma jenis apa pun, dari pemerintah. Mungkin luput dari pendataan di tingkat bawah, dia juga tidak tahu, karena aib untuk bertanya.

"Walaupun saya tidak pernah dapat, tapi saya tidak protes sebab mungkin masih banyak yang lebih butuh dari saya. Sejak anak pertama hingga anak keempat ini lahir pun, aku tidak mampu dukungan, baik BLT/BLT maupun sejenisnya," ungkapnya.

Mewabahnya Covid-19 di Indonesia termasuk Nusa Tenggara Timur, membuat Samuel tidak lagi menunggu penumpang di pangkalan sebagai tukang ojek. Selain alasannya sepi penumpang, dia juga takut sebagai carier penularan virus kepada istri dan anak-anaknya di rumah.

"Ini virus buat beta takut untuk keluar ojek, beta sonde mau beta pu anak istri kena penyakit, biar susah yang penting jangan sakit," ungkapnya lirih.

Untuk memenuhi kebutuhan setiap hari, Samuel ternyata sudah membeli beberapa kilo beras untuk dimasak setiap hari. Agar tidak cepat habis, istrinya memasak hanya dosis dua gelas, bahkan sehari mereka hanya dua kali makan.

"Setiap hari kami makan dua kali sa. Kalau ada uang beli ikan atau tahu, pas tidak ada uang seperti ini katong makan dengan sayur pepaya atau marungga, yang katong tanam sendiri di halaman rumah," terangnya.

Kini Samuel berharap BLT atau BST yang oleh banyak orang berkata akan ada tahap kedua. Walau namanya juga didaftarkan, namun ia tidak begitu menaruh harapan terhadap pertolongan pemerintah itu, karena sudah terbiasa luput dari segala jenis sumbangan yang digelontorkan pemerintah kawasan, maupun sentra semenjak anak pertama mereka lahir.

"Kalau dapat ya terimakasih, kalau tidak dapat ya mau bilang apa, mungkin masih ada yang lebih butuh dari beta," tutup Samuel. 

Sumber https://isu.lagioke.net

Artikel Terkait

Di Balik Bansos Corona, Mereka Yang Tidak Mengeluh Meski Tak Tersentuh
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email